Friday, March 12, 2010

ANTARA TERTAWA DAN MENANGIS

Ditulis oleh Fiyan Arjun Sabtu, 17 Februari 2007

Bismillah..

Dalam kehidupan manusia, tentunya kita bisa mendengar dan melihat salah satu bentuk kekuasaan Sang Pencipta, yaitu dipasang-pasangkannya setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Ada baik yang berpasangan dengan buruk ketika manusia melakukan sesuatu tanpa disadari, ada jantan dan betina untuk hewan yang ingin mengembangbiakan keturunannya. Akan halnya manusia, ada perempuan dan laki-laki untuk meneruskan kelangsungan keturunan. Begitu pun dengan perjalanan hidup manusia, ada tawa dan tangis. Semuanya diciptakan Tuhan dengan penuh adil.

Seandainya ada seorang bayi lahir ke dunia dengan tertawa, mungkin ini adalah bentuk keajaiban di antara sekian banyak keajaiban. Lumrahnya, bayi lahir dalam keadaan menangis. Bagaimana halnya jika seseorang menangis karena merasa berdosa? Tampaknya ini belum lumrah terjadi. Saya pribadi pun belum tergugah dengan dosa-dosa yang telah saya lakukan. Namun sebagai seorang manusia yang bernurani, tanpa sadar saya pun bisa mengalaminya. Bisa menangis karena merasa telah melakukan suatu kesalahan. Utamanya dosa pada orangtua (ibu).

Kok saya bisa menangis juga, ya!” kata saya kepada seorang kawan disela-sela acara Pelatihan Heart Intilgence Training yang diselenggrakan oleh Lembaga Kepemudaan ditempat saya tinggal, tanggal 1 Oktober 2006 lalu. Sebuah acara dengan peserta khusus para remaja, untuk memantapkan kecerdesan inteletual dalam membangun kecerdasan hati dan emosi. Sesuai dengan temanya yakni “Bersama HATI yang CERDAS menjadikan HIDUP LEBIH BERPRESTASI dengan mensinergikan kecerdasan inteletual, emosi dan spiritual, diperkuat dengan senam otak, rule play, simulasi dan games.

Lantas apa jawab kawan saya tadi? “Ya, berarti kamu masih punya hati. Kalau tak punya hati, kamu tidak mungkin menangis.” Manusiawikah? Entahlah? Banyak manusia yang (tidak) punya hati tapi mereka tidak menyadarinya. Misalnya ketika mengalami putus cinta. Meratap, menangisi cintanya yang kandas, berminggu-minggu lamanya. Saya masih ingat kata-kata seorang kawan, “Menangislah karena dosa, jangan menangis karena cinta.” Sebuah penyadaran, bahwa cinta tak selamanya membuat manusia bahagia. Terkadang cinta membuat manusia lupa akan dirinya sebagai makhluk yang penuh nafsu dan emosi.

Lantas bagaimana dengan kita, ketika dilahirkan ke bumi? Tertawakah? Menangiskah? Atau malah langsung bisa lari sekencang dan selihai David Beckham menggiring bola. Tentunya hal itu akan membuat geger banyak orang. Pertanyaan tentang kenapa ketika bayi lahir selalu menangis, hingga detik ini belum ada yang tahu persis penyebabnya. Hanya Allah yang tahu arti tangisan itu.

Sebagian orang mengatakan bahwa tangisan tersebut disebabkan oleh rasa terkejut si bayi demi melihat alam dunia yang samasekali bebeda dengan alam rahim. Yang tadinya terasa nyaman, terlindung dan terjamin keperluannya, tiba-tiba harus pindah ke situasi lain yang panas, berpolusi dan bising. Yang pasti, tidak ada kata yang terucapkan dari bibir manusia ketika lahir kecuali tangisan.

Dalam perjalanannya, sang bayi berkembang seiring dengan perubahan situasi, sementara orangtuanya mengupayakan kebutuhannya sekuat tenaga. Sang bayi akan selalu terpenuhi kebutuhannya tanpa perlu mendapatkan masalah dan sebatas tertawa gembira jika mendapatkan kesenangan.

Tertawa adalah hal yang baik dan wajar dilakukan oleh semua orang, apalagi jika dapat membuat orang lain ikut senang. Seperti kata Rasullulah, “Memberikan kegembiraan kepada orang lain adalah sedekah.” Tertawa merupakan sarana amal yang mudah sekaligus murah. Kata orang, tertawa dapat menjadi obat awet muda... Kata orang kreatif “tertawalah kamu sebelum tertawa itu dilarang.” Bagaimana dengan Anda? Apakah pernah tertawa, setidaknya menertawakan diri sendiri?

Tertawa yang dilarang adalah jika ditujukan untuk mengejek atau meremehkan orang lain. Di sisi Tuhan, semua manusia sama. Kelebihan dan kekurangan yang diberikan oleh Tuhan bukan menjadi alasan untuk bebas saling menertawakan atau meremehkan. Daripada menertawakan orang lain, ada baiknya kita menertawakan diri sendiri.

Sementara itu tangisan—yang merupakan luapan emosi kadang kala dapat menjadi penyaluran yang efektif untuk meringankan beban yang ada di pundak kita. Manakala kita sering menangis sedih karena kekurangan sesuatu yang kita cintai adalah hal yang manusiawi tapi hendaknya tidak membuat kita lupa bahwa kita semua adalah milik Allah dan suatu saat pasti akan kembli. Tidak ada yang kekal adalah kepemilikan, semua itu adalah titipan Tuhan.

Tangisan yang disukai Tuhan adalah ketika kita menangis karena sadar akan dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Kesedihan yang seperti itu pada hakikatnya adalah awal kebahagiaan buat masa depan. Namun kita sendiri sebagai manusia tidak sekali pun pernah atau bahkan menyesali segala kelalaian maupun kealpaannya terhadap Tuhan. Banyak dari mereka mengaku, “Saya sudah adil kok!” “Saya sudah tobat kok.” Namun ternyata itu semua hanya isapan jempol belaka ketika mereka berbuat itu karena terjebak dan diketahui oleh orang lain. Padahal mereka tidak tahu bahwa itu semua hanya Tuhan yang bisa berbuat demikian. Adil dan pemberi ma’af. Maka itu janganlah sekali-kali mengakui bahwa diri kita orang yang paling bersih di mata-Nya. Karena hak itu hanya Dia-lah yang punya.

Airmata yang berlinang di pipi ketika mengakui kesalahan dan dosa di hapadan Allah yang juga diikuti istighfar adalah laksana air surga yang sejuk membasuh menghapus segala noda yang melekat pada diri kita. Inilah upaya kita untuk mencapai hidup yang khusnul khotimah, karena perbuatan yang baik akan mengikis pebuatan yang jelek.

Tertawa dan menangis adalah fitrah manusia tetapi kita harus pandai menempatkannya kapan harus menangis, kapan kita harus tertawa sehingga kita bisa termasuk ke dalam orang yang bersyukur.

Keadaan seperti itulah yang kita dambakan sehingga kita lahir dengan tangisan sedih maka kita akan tertawa gembira ketika kita meninggal untuk kembali kepada-Nya yang telah menjadikan kenikmatan abadi yaitu surga. Waallahualambishowab!

sumber: sekolahkehidupan.com

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com