Friday, March 12, 2010

BERHATI-HATILAH DENGAN KELUH KESAH

Ditulis oleh C.Alin
Sabtu, 12 Mei 2007


Manusia terlahir dalam suasana batin yang serba keluh kesah, putus asa dan gemar melakukan pelanggaran dari pada berusaha mencari jalan yang benar. Itulah sifat manusia yang umum. Demikian juga dengan seorang ibu rumah tangga, mereka akan resah kala pendapatan sang suami sedikit, ia menganggap kurang menyukupi kebutuhan rumah tangganya. Bahkan rumor yang beredar, nasib suamilah yang menjadi pegawai rendahan.
Seorang tetangga satu block datang pada saya dengan cucuran air mata dan sumpah serapah. Sebagian kata-katanya mengutuk sang suami dan ditujukan pada nasibnya yang malang. Sang Suami tidak mencintainya lagi dan memarahinya karena ia selalu kurang bisa mengelola penghasilannya. Padahal dia sudah semaksinal mungkin mengelola uang tersebut untuk kebutuhan rumah tangganya. Ia menyesal kenapa memilih dia menjadi suaminya yang hanya sebagai pegawai rendahan padahal masa remajanya banyak orang kaya dan berpangkat mengajaknya berumah tangga tetapi ia menolaknya.
Saya hanya tersenyum saja. Saya kenal tetangga yang satu ini. Orangnya royal tak bisa hidup sederhana. Saya hanya bisa menilainya dari apa yang ia pakai dalam kesehariannya juga kala ada kumpulan arisan di tetangga. Aksesoris yang melekat di tubuhnya adalah barang-barang kelas mahal. Sikap dan sifat suami yang demikian adalah batasan umum, sehingga saya menyimpulkan ; baik tidaknya suami, cinta tidaknya suami, kurang dan lebihnya pendapatan, rendah ataupun tingginya jabatan adalah dari mana seseorang itu mengukurnya.
Kemudian pikiran saya melayang pada dua teman saya. Seorang dengan gaji suami Rp. 1.750.000,- perbulan dan seorang dengan gaji suami Rp. 1.000.000 perbulan. Ada sisi yang menarik dari orang kedua itu. Keduanya memiliki suami yang kerja dalam perusahan yang sama, waktu yang sama dan keduanya sedang membangun rumah. Teman yang suaminya bergaji Rp. 1.750.000,- meminjam uang di bank dengan jumlah yang akan dicicil 12 bulan, sedang teman yang suami bergaji Rp. 1.000.000,- ia selalu menabung gaji suami yang diberikannya yang ia kumpulkan setiap bulannya. Kenyataan 2 tahun selanjutnya teman yang suami bergaji Rp. 1.000.000,- dengan santai tidak ngoyo rumah didirikan. Suami makin mencintainya karena ia banyak membantu dalam mengelola penghasilannya. Dengan demikian juga teman yang bergaji Rp 1.750.000,-itu, rumah didirikan tetapi utangnya menumpuk di bank, suami suka marah karena dia tidak bisa menabungkan uangnya. Setiap bertemu wajahnya kusut, dengan keluh kesah untuk mengeluarkan beban hatinya.
"Sesungguhnya manusia itu di ciptkan bersifat keluh kesah lagi kikir, Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh. Dan Apabila mendapat kebaikan, ia kikir "( Q.S Al Ma'aarij(70) :19-21)

Memang respon manusia atas nikmat Allah itu bermacam-macam tergantung bagaimana manusia itu mensyukurinya sebagaimana do'a kusyu' dipanjatkan oleh Ali Zainal Abidin, seorang cucu Rasulullah ini, ketika beliau sakit.

" Ya Allah. Aku tak tahu bagaimana yang harus aku syukuri , sehat atau sakitku? Dimana diantara pujian itu yang patut aku sampaikan pujian padaMU? Apakah waktu sehat ketika Engkau senangkan aku dengan rejeki MU yang baik dan Engkau giatkan aku dengan rejeki itu untuk memperoleh ridho dan karuniaMU, Engkau kuatkan aku untuk melaksanakan ketaatanku padaMU atau waktu sakitku ketika Engkau membersihkan dosaku dan meringankan dosa-dosaku yang memberati punggungku, menyucikan diriku dari liputan kesalahan mengingatkan aku untuk bertaubat kepadaMU dan menyadarkan aku untuk menghapus kekhilafanku dan melaikan syukur atas nikmatMU?"

Kadang nikmat Allah yang diberikan pada kita bisa berupa, kesehatan, sakit, sedih kebahagian dan lain sebagainya. Allah telah mendidik kita menderita dan bahagia , Allah tengah mendidik kita dengan kesusahan, kekurangan atau kelebihan. Ketika kita diuji dengan kemiskinan kita putus asa, mengerutu dan memaki ketidak adilan Tuhan. Bahkan kita sering mengambil jalan pintas, walau sebenarnya masih ada jalan yang lain, yang bisa kita lakukan lebih baik dan akan membawa kita pada kebaikan.
Kita diuji oleh Allah dengan kemiskinan, sulit mendapatkan lapangan pekerjaan dan lain sebagainya, sebenarnya bukanlah alasan untuk berkeluh kesah dan menyalahkan ketetapan Allah atas nasibnya. Seandainya kita berfikir panjang, berapa banyak nikmat Allah yang telah kita kecap. Berapa lama penderitaan yang kita alami ? Paling nikmat dari sudut segi kehidupan kita yang lain? Ingatlah janji Allah, bahwa bersama kesulitan ada kemudahan. Dan Allah akan memberi kelapangan setelah kesempitan. Memang tak salah kalau kita membandingkan nasib dengan nasib orang lain yang lebih baik. Itu penting sebagai pemompa spirit kita. Tetapi janganlah itu membuat kita rendah diri dan putus asa, apalagi menyerah sebelum berbuat sesuatu, kebanyakan kita terlalu memikirkan sesuatu yang tak ada, dari pada mensyukuri yang telah ada. Padahal apa yang ada itu walau jelek dan sedikit akan berguna apabila kita bisa mempergunakan dengan baik.

Seorang bijak, Bazer Jamhar menasehati, " Kesulitan yang datang sebelum kemudahan itu laksana rasa lapar yang datang sebelum ada makanan."

Dari nasihat itu kita bisa ambil garis besarnya, letak kesulitan akan tepat datangnya kemudahan, karena makanan akan terasa lezat, enak ketika kita makan dalam keadaan lapar.

Maka dari itu alangkah tak layaknya kita menggerutu dan berkeluh kesah dengan keadaan kita masih banyak orang yang lebih menderita, lebih sehat, lebih sakit dari kita Lihatlah kehidupan saudara-saudara kita yang berada di daerah perang, ditempat - tempat musibah. Kita wajib bersyukur atas karunia dan rahmat Allah yang diberikan pada kita. Kenapa kita masih mengeluh? Berhati-hatilah kita dengan keluh kesah karena itu akan membawa kita pada dosa dan mengingkari nikmat Allah. (17feb.2007)
Seperti tarian jari-jari siburung camars

sumber : http://sekolahkehidupan.com

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com